Salamah"ss-Geografi
Wednesday, 21 August 2013
Geografi Permukiman
GEO PERMUKIMAN
PENGERTIAN GEOGRAFI PERMUKIMAN
•
Geografi Permukiman
didefinisikan sebagai studi yang mengkaji tentang
pola persebaran
bangunan, kepadatan bangunan, pengaturan tata bangunan dan tata kediaman penduduk di muka bumi. Geografi Permukiman di dalam studinya memasukkan
lokasi, site (tapak), situasi, dispersi (persebaran), bentuk dan fungsi permukiman
.
PENGERTIAN PERMUKIMAN
•
Permukiman (
settlements
) menurut Barlow & Newton (1971) dalam Su Ritohardoyo (2000 : 4) adalah semua tipe tempat tinggal manusia baik satu gubug atau pondok tunggal beratap dedaunan, atau rumah-rumah di perladangan hingga kota yang sangat besar dengan ribuan bangunan atau ribuan rumah tempat tinggal.
•
Menurut
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992
, permukiman diartikan sebagai area tanah yang digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan, dan merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan (Anonim 1997 : 95).
•
Jadi secara luas arti permukiman manusia (
human settlements
) adalah semua bentukan secara buatan maupun secara alami dengan segala perlengkapannya, yang dipergunakan oleh manusia baik secara individu maupun kelompok untuk bertempat tinggal sementara maupun menetap, dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya. Sesungguhnya tinjauan permukiman pada lingkup makro menjelaskan bangunan-bangunan rumah tempat tinggal dalam skala wilayah regional, pada lingkup meso menjelaskan kelompok-kelompok bangunan rumah tempat tinggal dalam skala wilayah lokal dan lingkup mikro menjelaskan bangunan-bangunan rumah tempat tinggal individu.
PENGERTIAN PEMUKIMAN
•
Pemukiman dapat diartikan juga sebagai tindakan seseorang maupun kelompok orang dalam wilayah tertentu untuk tempat tinggalnya. Arti pemukiman menekankan pada cara-cara memukimi suatu tempat tertentu oleh seseorang atau sekelompok orang, atau proses memukimkan penduduk dari daerah permukiman tertentu ke suatu daerah permukiman yang baru (daerah asal ke daerah tujuan).
Menurut Yunus (1987 : 15) ada 4 (empat) model pemukiman dengan memperhatikan permukiman asal dan permukiman tujuan, yaitu :
1). Model
I, menunjukkan upaya pemukiman dari seseorang / sekelompok orang dengan latar belakang kehidupan daerah permukiman asal yang sama dengan daerah permukiman tujuan.
2). Model
II, menunjukkan upaya pemukiman dari seseorang / sekelompok orang tertentu yang telah mengalami perubahan perilaku kehidupannya (mungkin perilaku sosialnya, budayanya, ekonominya atau gabungan dari ketiganya) yang disebabkan oleh sifat daerah permukiman antara yang baru.
3). Model
III, menunjukkan seseorang / sekelompok orang dengan latar belakang kehidupan daerah permukiman asal yang sama sekali berbeda dengan daerah permukiman tujuan.
4). Model
IV, menunjukkan suatu upaya pemukiman sesorang / sekelompok orang dengan latar belakang kehidupan yang sama sekali berbeda dengan daerah permukiman tujuan, tetapi kelompok tersebut atas inisiatifnya pernah ke suatu daerah yang mempunyai latar belakang kehidupan yang sama dengan daerah permukiman tujuan.
Ada 4 (empat) macam dimensi yang perlu diperhatikan dalam mencoba memahami dinamika perubahan tempat tinggal pada sesuatu kota, yaitu :
1).
Dimensi lokasi
, mengacu pada tempat-tempat tertentu pada sesuatu kota yang oleh seseorang / sekelompok orang dianggap paling cocok untuk tempat tinggal dalam kondisi dirinya. Kondisi diri ini lebih ditekankan pada penghasilan dan siklus
kehidupannya. Lokasi dalam konteks ini berkaitan
erat dengan jarak terhadap tempat kerja (
accessibility to
employment
). Perspektif ini sering diistilahkan sebagai “ruang geografi “ (
geographycal space)
.
2).
Dimensi perumahan
, dikaitkan dengan aspirasi perorangan / sekelompok orang terhadap macam, tipe perumahan yang ada. Oleh karena luasnya aspek perumahan ini, oleh Turner dibatasi pada aspek “penguasaan” (tenure). Seperti halnya pada dimensi lokasi, pandangan sesorang terhadap aspek penguasaan tempat tinggal selalu dikaitkan dengan tingkat penghasilan dan siklus kehidupannya. Mereka yang berpenghasilan rendah misalnya, akan memilih menyewa atau mengontrak saja daripada berangan-angan untuk memilikinya, karena kemampuan itulah yang paling sesuai dengan tingkat penghasilannya. Daur kehidupan yang masih awal pada umumnya paralel dengan tingkat penghasilan yang rendah ini.
3).
Dimensi siklus kehidupan
, membahas tahap-tahap seseorang mulai menapak dalam kehidupan mandirinya, dalam artian bahwa semua kebutuhan hidupnya ditopang oleh penghasilannya sendiri. Secara umum makin lanjut tahap siklus kehidupan, makin tinggi “
income
”,sehingga kaitannya dengan dua dimensi terdahulu menjadi lebih jelas.
4).
Dimensi penghasilan
, menekankan
pembahasannya pada besar kecilnya
penghasilan yang diperoleh persatuan waktu. Dengan asumsi bahwa makin lama seseorang
menetap di suatu kota, makin mantap posisi kepegawaiannya (dalam pekerjaannya), akan makin tinggi pula tingkat penghasilan yang diperolehnya persatuan waktu tertentu.
Menurut Turner (Yunus, 2000 : 191-196), ada 3 (tiga) strata sosial yang berkaitan dengan hal pemukiman ini, yaitu :
1).
Bridgeheaders
(golongan yang baru datang / bertempat tinggal di kota), adalah golongan yang dengan segala keterbatasannya belum mampu mengangkat dirinya ke suatu jenjang sosial ekonomi yang lebih tinggi. Mereka ini adalah golongan yang masih berpenghasilan rendah, karena belum lama terlihat dalam kegiatan perkotaan. Mereka termasuk dalam kategori mula dalam tahap-tahap siklus kehidupan. Umumnya mereka masih bujang, berpenghasilan masih rendah, sehingga untuk tempat tinggalnya masih berstatus sewa atau kontrak. Mereka memilih tempat tinggal yang dekat dengan kota yang notabene dekat tempat kerja.
2).
Consolidators
( golongan yang sudah agak lama tinggal di daerah perkotaan), golongan ini merupakan perkembangan dari bridgeheaders. Mereka telah memikirkan kepemilikan rumah, karena telah memiliki sejumlah uang dalam bentuk tabungan. Berhubung jumlah penghasilan yang belum tinggi, maka tempat tinggal yang dibangun berada di pinggiran kota (harga lahan terjangkau), dan memberikan kenyamanan.
3).
Status seekers
(golongan yang sudah lama tinggal di daerah perkotaan), setelah beberapa lama mereka tinggal di daerah pinggiran dan karier dalam pekerjaannya meningkat dan bertambah mantap, maka penghasilannya meningkat (tinggi). Kemampuan ekonomi telah mengubah perilaku dan kehidupan, maka golongan ini menginginkan suatu kondisi yang mengakibatkan statusnya diakui dalam stratum sosial. Keinginan untuk memiliki rumah yang “modern” (mewah) mendapat prioritas yang sangat tinggi.
Sumber :
Geografi Permukiman oleh DRS. SRIYONO, M. Si.
Newer Posts
Older Posts
Home
Subscribe to:
Posts (Atom)